pada suatu hari sersan pelatih muncul diantara sekelompok prajurit muda yang sedang mengadakan latihan militer. Tiba-tiba ia melempar sebuah granat tangan ketengah-tengah mereka. Mereka lari berpencar, cepat-cepat mencari perlindungan. Sersan itu mengatakan bahwa granat itu tidak "hidup" dan ia cuma ingin melihat reaksi mereka. Keesokan harinya, seorang prajurit yang baru masuk, menggabungkan diri ke kelompok itu. Sersan pelatih mengatakan kepada mereka jangan memberi tahu prajurit itu apa yang akan terjadi. Kemudian sersan itu muncul dan kembali melemparkan granat ke tengah-tengah mereka, prajurit baru itu, yang tidak tahu bahwa granat itu takkan meledak, buru-buru menjatuhkan diri diatas granat agar ledakannya mencederai rekan-rekannya. Ia mau berkorban demi keselamatan sahabat-sahabatnya.
Tahun itu dia dianugerahi medali satu-satunya untuk keberanian dan ketabahan yang diberikan bukan pada waktu perang (Kim Noone).
Tak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seseorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.
Sabtu, 23 Juni 2012
Senin, 18 Juni 2012
STOPLAH MENGELUH
Keberhasilan tak diperoleh begitu saja. Ia adalah
buah dari pohon kerja keras yang berjuang untuk tumbuh. Jangan terlalu
berharap pada kemujuran. Apakah kalian tahu apa itu kemujuran? Apakah
kalian dapat mendatangkan kemujuran sesuai keinginan kalian? Padahal
kita tahu, kita tak selalu mampu menjelaskan dari mana datangnya.
Sadarilah bahwa segala sesuatu berjalan secara alami dan semestinya. Layaknya proses mendaki tangga, kalian melangkahkan kaki kalian melalui anak tangga satu per satu. Tak perlu repot-repot membuang waktu kalian untuk mencari jalan pintas, karena memang tak ada jalan pintas. Sesungguhnya kemudahan jalan pintas itu takkan pernah memberikan kepuasan sejati. Untuk apa kalian berhasil jika kalian tak merasa puas?
Hargailah setiap langkah kecil yang membawa anda maju. Janganlah melangkah dengan ketergesaan, karena ketergesaan adalah beban yang memberati langkah saja.
Amatilah jalan lurus kalian. Tak peduli bergelombang maupun berbatu, selama kalian yakin berada di jalan yang tepat, maka melangkahlah terus. Ketahuilah, jalan yang tepat itu adalah jalan yang menuntun kalian menjadi diri kalian sendiri.
Sadarilah bahwa segala sesuatu berjalan secara alami dan semestinya. Layaknya proses mendaki tangga, kalian melangkahkan kaki kalian melalui anak tangga satu per satu. Tak perlu repot-repot membuang waktu kalian untuk mencari jalan pintas, karena memang tak ada jalan pintas. Sesungguhnya kemudahan jalan pintas itu takkan pernah memberikan kepuasan sejati. Untuk apa kalian berhasil jika kalian tak merasa puas?
Hargailah setiap langkah kecil yang membawa anda maju. Janganlah melangkah dengan ketergesaan, karena ketergesaan adalah beban yang memberati langkah saja.
Amatilah jalan lurus kalian. Tak peduli bergelombang maupun berbatu, selama kalian yakin berada di jalan yang tepat, maka melangkahlah terus. Ketahuilah, jalan yang tepat itu adalah jalan yang menuntun kalian menjadi diri kalian sendiri.
TIDAK ADA JALAN PINTAS
Keberhasilan tak diperoleh begitu saja. Ia adalah
buah dari pohon kerja keras yang berjuang untuk tumbuh. Jangan terlalu
berharap pada kemujuran. Apakah kalian tahu apa itu kemujuran? Apakah
kalian dapat mendatangkan kemujuran sesuai keinginan kalian? Padahal
kita tahu, kita tak selalu mampu menjelaskan dari mana datangnya.
Sadarilah bahwa segala sesuatu berjalan secara alami dan semestinya. Layaknya proses mendaki tangga, kalian melangkahkan kaki kalian melalui anak tangga satu per satu. Tak perlu repot-repot membuang waktu kalian untuk mencari jalan pintas, karena memang tak ada jalan pintas. Sesungguhnya kemudahan jalan pintas itu takkan pernah memberikan kepuasan sejati. Untuk apa kalian berhasil jika kalian tak merasa puas?
Hargailah setiap langkah kecil yang membawa anda maju. Janganlah melangkah dengan ketergesaan, karena ketergesaan adalah beban yang memberati langkah saja.
Amatilah jalan lurus kalian. Tak peduli bergelombang maupun berbatu, selama kalian yakin berada di jalan yang tepat, maka melangkahlah terus. Ketahuilah, jalan yang tepat itu adalah jalan yang menuntun kalian menjadi diri kalian sendiri.
Sadarilah bahwa segala sesuatu berjalan secara alami dan semestinya. Layaknya proses mendaki tangga, kalian melangkahkan kaki kalian melalui anak tangga satu per satu. Tak perlu repot-repot membuang waktu kalian untuk mencari jalan pintas, karena memang tak ada jalan pintas. Sesungguhnya kemudahan jalan pintas itu takkan pernah memberikan kepuasan sejati. Untuk apa kalian berhasil jika kalian tak merasa puas?
Hargailah setiap langkah kecil yang membawa anda maju. Janganlah melangkah dengan ketergesaan, karena ketergesaan adalah beban yang memberati langkah saja.
Amatilah jalan lurus kalian. Tak peduli bergelombang maupun berbatu, selama kalian yakin berada di jalan yang tepat, maka melangkahlah terus. Ketahuilah, jalan yang tepat itu adalah jalan yang menuntun kalian menjadi diri kalian sendiri.
Proyek Terakhir Seorang Arsitek
Setelah
bertahun-tahun
mengabdi pada perusahaan tersebut, si arsitek karena sudah berusia cukup tua
berencana untuk pensiun. Namun karena dedikasi si arsitek tersebut kepada
perusahaan amatlah tinggi dan posisinya sangat penting di perusahaan tersebut,
si manajer perusahaan tidak mengizinkannya untuk pensiun.
Si
Arsitek bersikeras untuk tetap pensiun. Karena ia merasa sudah saatnya untuk
pensiun. mengingat usianya yang sudah lanjut, dan ingin segera manghabisi sisa
hidupnya.
Akhirnya
setelah berkali-kali membujuk si manajer, Si arsitek pun mendapatkan izin untuk
pensiun, dengan syarat ia harus mengerjakan proyek istimewa yang diberikan oleh
manajer.
Proyek
istimewa tersebut adalah ia harus merancang sebuah bangunan rumah di atas tanah
seluas 500m2 dengan dana yang akan disediakan oleh perusahaan. Jangka waktu
yang ditentukan adalah empat bulan lamanya.
“Baiklah
saya akan mengerjakan proyek tersebut. Bahkan saya akan mengerjakannya hanya dalam waktu 2 bulan saja.” Ucap si arsitek tersebut.
Akhirnya
si arsitek tersebut pun mulai mengerjakan proyek tersebut.
Ia
membuat bangunannya hanya seluas seratus meter. Sisanya hanya ia biarkan saja
menjadi halaman kosong.
“Untuk
meminimal dana!” Pikirnya.
Bahan
material bangunan tersebut ia gunakan yang kualitas tiganya. Karena ia pikir
proyek ini haruslah dibuat seminimal mungkin biayanya. Agar perusahaan tidak
banyak keluar dana. Perancangan keseluruhannya pun bisa terbilang biasa saja.
Hanya dikerjakan “sejadinya’.
“Toh,
ini hanya proyek biasa saja. Bukan proyek istimewa seperti yang dikatakan.
Hanya membangun rumah sederhana saja.” pikirnya.
Akhirnya
dua bulan kemudian, rumah tersebut pun jadi. dari luar bangunan rumah tersebut
memang terlihat sangat istimewa. Namun bahan-bahan bangunan yang digunakan
adalah bahan-bahan kualitas rendah. Bukan kualitas yang bagus.
Ia
pun melapor kepada menajer perusahaannya bahwa ia telah memyelesaikan pekerjaan
yang disebut “Proyek Istimewa” tersebut. Dan ia memohon diri untuk segera
pensiun dan berhenti bekera.
“Baiklah
kamu boleh pensiun. Dan hari ini kita akan mengadaan acara pelepasan kamu
bersama seluruh staf dan karyawan di perusahaan ini.” Ucap si manajer.
Akhirnya
berkumpulah seluruh staf dan karyawan perusahaan tersebut di sebuah ruangan
untuk mengadakan pelepasan si arsitek yang ingin pensiun itu.
“Saudara-saudara
sekalian, hari ini arsitek senior kita ini akan pensiun. Sebagai penghormatan
perusahan atas jasa dan dedikasinya, maka kami memberikan hadiah sebuah rumah
yang baru saja ia dirikan.”
Seluruh
hadirin pun bertepuk tangan. Namun si arsitek terbengong-bengong mendengar
pernyataan manajernya itu.
“Kalau
saja saya lebih lama mengerjakan proyek pembangunan rumah tersebut…..
Kalau
saja saya membuat rumah tersebut lebih bagus lagi….
Kalau
saja bahan bagunan yang saya gunakan adalah bahan-bahan kualitas terbaik….
Kalau
saja saya mendirikan bangunan rumahnya lebih besar lagi….
Kalau
saja saya …..
Kalau
saja ……
Kalau
saja…..”
Begitulah
kehidupan di dunia ini. Hakikatnya apapun yang kita lakukan, apa yang
kita kerjakan, apa yang kita berikan akan kembali ke diri kita sendiri.
Semuanya akan bermanfaat dan berikan manfaat kepada diri kita sendiri kelak,
begitu pula dengan keburukan yang kita kerjakan . Apa yang kita tabur, pasti
akan kita tuai.
KEPAKKAN SAYAP KEMAMPUANMU, MAKA DUNIA ADA DIGENGGAMANMU !
Alkisah
di suatu negeri burung, tinggallah bermacam-macam keluarga burung. Mulai dari
yang kecil hingga yang besar. Mulai dari yang bersuara lembut hingga yang
bersuara menggelegar. Mereka tinggal di suatu pulau nun jauh di balik bukit
pegunungan.
Sebenarnya
selain jenis burung masih ada hewan lain yang hidup
di sana. Namun sesuai namanya negeri burung, yang berkuasa dari kelompok
burung. Semua jenis burung ganas, seperti, burung pemakan bangkai, burung
Kondor, burung elang dan rajawali adalah para penjaga yang bertugas melindungi
dan menjaga keselamatan penghung negeri burung.
Burung-burung
kecil bersuara merdu, bertugas sebagai penghibur. Kicau mereka selalu terdengar
sepanjang hari, selaras dengan desau angin dan gesekan daun. Burung-burung
berbulu warna warni, pemberi keindahan.
Mereka
bertugas bekeliling negri melebarkan sayapnya, agar warna-warni bulunya terlihat
semua penghuni. Keindahan warnanya menimbulkan kegembiraan. Dan rasa gembira
bisa menular bagai virus, sehingga semua penghuni merasa senang.
Pada
suatu ketika, seekor induk elang tengah mengerami telur-telurnya. Setiap pagi
elang jantan datang membawa makanan untuk induk elang. Akhirnya, di satu pagi
musim dingin telur-telur mulai menetas. Ada 3 anak elang yang nampak kuat
berdiri. Dua anak elang hanya mampu mengeluarkan kepalanya dari cangkang telur harus
berakhir dalam paruh sang ayah.
Dengan
tangkas, elang jantan mengoyak cangkang telur lalu mematuk-matuk calon anak
yang tak jadi. Perlahan-lahan sang induk memberikan potongan-potongan tubuh
anaknya ke dalam paruh mungil anak-anak elang. Kejam…? Ini hanya masalah
kepraktisan. Untuk apa terbang dan mencari makan jauh-jauh jika ada daging bangkai di dalam sarang.
Sebagai hewan, elang hanya mempunyai naluri dan akal tanpa nurani. Inilah yang
membedakan manusia dan hewan.
Waktu
berjalan terus, hari berganti hari. Anak-anak elang yang berbentuk jelek karena
tak berbulu, kini mulai menampakkan keasliannya. Bulu-bulu halus mulai menutupi
daging di tubuh masing-masing. Kaki kecil anak-anak elang sudah mampu berdiri
tegak. Walau kedua sayapnya belum tumbuh sempurna.
Induk
elang dan elang jantan, bergantian menjaga sarang. Memastikan tak ada ular yang
mengincar anak-anak elang dan memastikan anak-anak elang tak jatuh dari sarang
yang berada di ketinggian pohon.
Suatu
pagi, saat induk elang akan mencari makan dan bergantian dengan elang jantan
menjaga sarang. Salah seekor anak elang bertanya:
”Kapankah
aku bisa terbang seperti ayah dan ibu?”
Induk
elang dan elang jantan tersenyum, bertukar pandang lalu elang jantan berkata:
”Waktunya akan tiba, anakku. Jadi sebelum waktu itu tiba, makanlah yang banyak
dan pastikan tubuhmu sehat serta kuat”. Usai sang elang jantan berkata, induk
elang merentangkan sayapnya lalu mengepakkan kuat-kuat.
Hanya
dalam hitungan yang cepat, induk elang tampak menjauhi sarang. Terlihat bagai
sebilah papan berawarna coklat melayang di awan. Anak-anak elang, masuk di
bawah sayap elang jantan. Mencari kehangatan kasih
sang jantan.
Waktu
berjalan terus, musim telah berganti dari musim dingin ke musim semi. Seluruh
permukaan pulau mulai menampakan warna-warni dedaunan. Bahkan sinar mentari
memberi sentuhan warna yang indah.
Anak-anak
elang pun sudah semakin besar dan sayapnya mulai ditumbuhi bulu-bulu kasar.
Suatu ketika seeor anak elang berdiri di tepi sarang, ketika ada angin kencang,
kakinya tak kuat mencengkram tepi sarang sehingga ia meluncur ke bawah. Induk
elang langsung merentangkan sayang dan mendekati sang anak seraya berkata:
”Rentangkan dan kepakan sayapmu kuat-kuat!”
Tapi
rasa takut dan panik menguasai si anak elang karenanya ia tak mendengar apa
yang dikatakan ibunya. Elang jantan menukik cepat dari jauh dan membiarkan sayapnya
terentang tepat sebelum si anak mendarat di tanah. Sayap elang jantan menjadi
alas pendaratan darurat si anak elang.
Si
anak elang yang masih diliputi rasa panik dan takut tak mampu bergerak.
Tubuhnya bergetar hebat. Induk elang, dengan kasih memeluk sang anak.
Menyelipkan di bawah sayapnya dan memberikan kehangatan. Sesudah si anak tenang
dan tak gemetar, induk elang dan elang jantan membawa si anak kembali ke
sarang.
Peristiwa
itu menimbulkan rasa trauma pada si anak elang. Jangankan berlatih terbang
dengan merentangkan dan mengepakkan sayap. Berdiri di tepi sarang saja ia
sangat takut. Kedua saudaranya sudah mulai terbang dalam jarak pendek. Hal
pertama yang diajarkan induk dan elang dan elang jantan adalah berusaha agar
tidak mendarat keras di dataran.
Lama
berselang setelah melihat kedua saudaranya berlatih, si elang yang pernah jatuh
bertanya pada ibunya:
”Adakah
jaminan aku tidak akan jatuh lagi?”
”Selama
aku dan ayahmu ada, kamilah jaminanmu!” jawab si induk elang dengan penuh
kasih.
”Tapi
aku takut!’ ujar si anak
”Kami
tahu, karenanya kami tak memaksa.” Jawab si induk elang lagi.
”Lalu
apa yang harus kulakukan agar aku berani?” tanya si anak
”Untuk
berani, kamu harus menghilangkan rasa takut!”
”Bagaimana
caranya?”
”Percayalah
pada kami!” Ujar elang jantan yang tiba-tiba sudah berada di tepi sarang.
Si
anak diam dan hanya memandang jauh ke tengah lautan. Tiba-tiba si anak elang
bertanya lagi.
”Menurut
ibu dan ayah, apakah aku mampu terbang keseberang lautan?”
Dengan
tenang si elang jantan berkata: ”Anakku kalau kau tak pernah merentangkan dan
mengepakkan sayapmu, kami tidak pernah tahu, apakah kamu mampu atau tidak.
Karena yang tahu hanya dirimu sendiri!”
Lalu
si induk elang menambahkan: ”Mulailah dari sekarang, karena langkah kecilmu
akan menjadi awal perubahan hidupmu. Semua perubahan di mulai dari langkah
awal, anakku!”
Si
anak elang diam tertegun, memandang takjub pada induk elang dan elang jantan.
Kini ia sadar, tak ada yang tahu kemampuan dirinya selain dirinya sendiri.
Kedua orang tuanya hanya memberikan jaminan mereka ada dan selalu ada, jika si
anak memerlukan.
Didorong
rasa bahagia akan cinta
kasih orang tuanya, si elang kecil berjanji akan berlatih dan mencoba. Ketika
akhirnya ia menggantikan elang jantan menjadi pemimpin keselamatan para
penghuni negeri burung, maka tahulah ia, bahwa kesuksesan yang diraihnya adalah
di mulai saat tekad terbangun untuk melangkah. Sukses itu tak pernah ada kalau
hanya sebatas tekad. Tapi tekad itu harus diwujudan dengan tindakan nyata walau
di mulai dari langkah yang kecil.
MULAILAH
RENTANGKAN DAN KEPAKKAN SAYAP KEMAMPUANMU, MAKA DUNIA ADA DIGENGGAMANMU !
Berkorban Itu Indah
Musim
hujan sudah berlangsung selama dua bulan sehingga di mana-mana pepohonan tampak menjadi hijau.
Seekor ulat menyeruak di antara daun-daun hijau yang bergoyang-goyang diterpa
angin.
“Apa
kabar daun hijau!!!” katanya. Tersentak daun hijau menoleh ke arah suara yang
datang.
“Oo,
kamu ulat. Badanmu kelihatan kecil dan kurus, mengapa?” tanya daun hijau.
“Aku
hampir tidak mendapatkan dedaunan untuk makananku. Bisakah engkau membantuku
sobat?” kata ulat kecil.
“Tentu
… tentu … mendekatlah ke mari.”
Daun
hijau berpikir, jika aku memberikan sedikit dari tubuhku ini untuk makanan si
ulat, aku akan tetap hijau, hanya saja aku akan kelihatan belobang-lobang, tapi tak apalah.
Perlahan-lahan
ulat menggerakkan tubuhnya menuju daun hijau. Setelah makan dengan kenyang, ulat
berterima kasih kepada daun hijau yang telah merelakan bagian tubuhnya
menjadi makanan si ulat. Ketika ulat mengucapkan terima kasih kepada sahabat
yang penuh kasih dan pengorbanan itu, ada rasa puas di dalam diri daun hijau. Sekalipun tubuhnya kini berlobang di sana
sini, namun ia bahagia bisa melakukan bagi ulat kecil yang lapar.
Tidak
lama berselang ketika musim panas datang, daun hijau menjadi kering dan berubah
warna. Akhirnya ia jatuh ke tanah, disapu orang dan dibakar.
Apa
yang terlalu berarti di dalam hidup
kita sehingga kita enggan berkorban sedikit saja bagi sesama?
Toh akhirnya semua yang ada akan binasa. Daun hijau yang baik mewakili
orang-orang yang masih mempunyai “hati” bagi sesamanya.
Yang
tidak menutup mata ketika melihat sesamanya dalam kesulitan. Yang tidak
membelakangi dan seolah-olah tidak mendengar ketika sesamanya berteriak minta
tolong.
Ia
rela melakukan sesuatu untuk kepentingan orang lain dan sejenak mengabaikan
kepentingan diri sendiri. Merelakan kesenangan dan kepentingan diri sendiri
bagi sesama memang tidak mudah, tetapi indah..
Ketika
berkorban, diri kita sendiri menjadi seperti daun yang berlobang, namun itu
sebenarnya tidak mempengaruhi hidup kita. Kita akan tetap hijau, Allah akan
tetap memberkati dan memelihara kita.
Bagi
“daun hijau”, berkorban merupakan satu hal yang mengesankan dan terasa indah
serta memuaskan. Dia bahagia melihat sesamanya bisa tersenyum karena
pengorbanan yang ia lakukan. Ia juga melakukannya karena menyadari bahwa ia
tidak akan selamanya tinggal sebagai daun hijau. Suatu hari ia akan kering dan
jatuh.
Demikianlah
hidup kita, hidup ini hanya sementara kemudian kita akan mati. Itu sebabnya
isilah hidup ini dengan perbuatan-perbuatan baik: kasih, pengorbanan,
pengertian, kesetiaan, kesabaran
dan kerendahan hati.
Jadikanlah
berkorban itu sebagai sesuatu yang menyenangkan dan membawa sukacita tersendiri
bagi anda. Dalam banyak hal kita bisa berkorban.
Mendahulukan kepentingan sesama, melakukan
sesuatu bagi mereka, memberikan apa yang kita punyai dan masih banyak lagi
pengorbanan yang bisa dilakukan. Tuhan dan laba-laba
Tuhan
Dan Laba-Laba
Pada
saat Perang Dunia ke 2, ada seorang tentara Amerika yang terpisah dari unitnya
di sebuah pulau di Pasifik. Karena pertempuran sangat gencar penuh asap dan
tembakan, dia terpisah dari rekan-rekannya.
Sementara
dia sendirian di dalam hutan, dia mendengar tentara musuh mulai mendekati tempat
persembunyiannya. Berusaha untuk bersembunyi, dia mulai naik ke sebuah bukit
dan menemukan beberapa gua di sana. Secara cepat dia merangkak masuk ke
dalam salah satu gua. Dia merasa aman untuk sementara, namun dia menyadari jika
tentara musuh melihatnya merayap ke atas bukit, mereka pasti akan segera
memeriksa semua gua dan membunuhnya.
Dalam
gua itu, dia mulai berdoa kepada Tuhan,” Tuhan, jika ini kehendak-Mu, tolong
lindungi aku. Apapun yang terjadi, aku tetap mencintai-Mu dan mempercayai-Mu.
Amin.”
Setelah
berdoa, dia bertiarap dan mulai mendengar tentara musuh mulai mendekatinya. Dia
mulai berpikir,”Baiklah, aku kira Tuhan tidak akan menolongku dari situasi
ini.” Kemudian dia melihat seekor laba-laba mulai membangun jaring di depan gua
persembunyiannya. Sementara dia mengawasi dan mendengar tentara musuh yang
sedang mencarinya, lala-laba itu terus membentangkan benang-benang jaring di
pintu masuk gua.
Dia
terkejut dan berpikir,” Yang aku butuhkan sekarang adalah sebuah tembok
pertahanan, mengapa Tuhan malah memberi sebuah jaring laba-laba. Pasti Tuhan
sedang bercanda.” Dari kegelapan gua, dia melihat musuh mulai mendekat dan
memeriksa setiap gua. Dia bersiap-siap untuk melakukan perlawanan terakhirnya,
namun ada yang membuatnya heran karena tentara musuh hanya melihat sekilas ke arah gua persembunyiannya setelah itu
mereka pergi begitu saja.
Tiba-tiba
dia menyadari bahwa ternyata jaring laba-laba yang ada di pintu gua telah
membuat gua itu terlihat seperti belum ada seseorang yang memasukinya. Karena
kejadian itu, dia berdoa dan minta ampun kepada Tuhan karena sudah meragukan
pertolongan Tuhan.” Tuhan, ampunilah aku. Aku lupa bahwa di dalam Engkau,
jaring laba-laba menjadi lebih kuat dari dinding beton.”
Dalam
hidup
ini pun kita sering menganggap bahwa Tuhan harus menyediakan hal yang besar dan
dasyat untuk menolong hidup kita. Tetapi kita sering lupa bahwa di dalam Tuhan
hal yang kecil dan remeh bisa dipakai untuk menolong kita. “Sebab yang bodoh
dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah
lebih kuat dari pada manusia.”
Langganan:
Postingan (Atom)